Laut Ambalang Jadi Sorotan Dunia
Jakarta, 10 Agustus 2025 Laut Ambalang Jadi Sorotan Dunia setelah mencuatnya upaya Malaysia memperjuangkan klaim dan haknya di wilayah perairan tersebut. Sengketa ini kembali memanas seiring meningkatnya aktivitas eksplorasi dan […]

Jakarta, 10 Agustus 2025 Laut Ambalang Jadi Sorotan Dunia setelah mencuatnya upaya Malaysia memperjuangkan klaim dan haknya di wilayah perairan tersebut. Sengketa ini kembali memanas seiring meningkatnya aktivitas eksplorasi dan patroli di kawasan strategis itu, yang memicu perhatian berbagai pihak, termasuk negara-negara tetangga dan komunitas internasional.
Laut Ambalang Jadi Sorotan Dunia
Laut Ambalang kembali menjadi perhatian dunia setelah Malaysia gencar memperjuangkan klaim maritimnya di kawasan perairan strategis tersebut. Sengketa yang telah berlangsung puluhan tahun ini kembali memanas seiring meningkatnya aktivitas eksplorasi sumber daya dan patroli keamanan, memicu sorotan negara-negara tetangga serta komunitas internasional.
Malaysia menegaskan bahwa blok minyak dan gas ND-6 serta ND-7 berada dalam wilayah sah mereka, yang disebut sebagai Laut Sulawesi. Pemerintah Malaysia menyatakan penggunaan istilah “Ambalat” oleh Indonesia tidak tepat dan sarat muatan politis. Selain itu, meskipun pembahasan mengenai joint development atau pengembangan bersama telah dimulai, kedua pihak mengakui bahwa proses tersebut masih pada tahap eksplorasi awal dan belum menghasilkan kesepakatan final.
Latar Belakang Sengketa yang Berlarut
Perselisihan mengenai Laut Ambalang bermula dari penerbitan peta kedaulatan maritim Malaysia pada tahun 1979, yang memasukkan blok ND-6 dan ND-7 dalam wilayah klaimnya. Langkah tersebut ditolak Indonesia karena bertentangan dengan prinsip negara kepulauan (archipelagic state principle) yang diatur dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982.
Pada tahun 2002, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia. Namun, putusan tersebut tidak mengatur batas maritim di sekitar kedua pulau, sehingga menyisakan ruang interpretasi yang berbeda antara kedua negara. Kondisi inilah yang menjadi dasar berlarut-larutnya sengketa dan memunculkan ketegangan baru setiap kali ada aktivitas eksplorasi migas atau patroli di kawasan tersebut.
Dampak Diplomasi, Energi, dan Stabilitas Kawasan
1. Diplomasi
Penegasan istilah “Laut Sulawesi” oleh Malaysia dinilai dapat memperkeruh hubungan bilateral, karena menyentuh aspek identitas wilayah yang sangat sensitif. Sengketa penamaan wilayah ini berpotensi menghambat proses negosiasi delimitasi batas maritim yang hingga kini belum selesai.
2. Ekonomi dan Energi
Laut Ambalang merupakan kawasan dengan cadangan minyak dan gas yang besar. Potensi ini menjadi daya tarik strategis sekaligus sumber gesekan kepentingan. Jika kesepakatan pengembangan bersama berhasil dicapai, kedua negara berpeluang memperoleh manfaat ekonomi besar, sambil menurunkan eskalasi konflik.
3. Stabilitas Kawasan
Respons kedua negara akan menjadi ujian bagi mekanisme diplomasi ASEAN. Upaya menjaga jalur komunikasi terbuka dan menghindari konfrontasi langsung dinilai krusial untuk memastikan keamanan kawasan, terutama di jalur perdagangan laut yang padat.
Respons Pemerintah
Malaysia
Menteri Luar Negeri Datuk Seri Mohamad Hasan menegaskan bahwa penggunaan istilah “Ambalat” tidak memiliki dasar hukum, dan menyerukan penggunaan “Sulawesi Sea” sesuai interpretasi Malaysia terhadap amanat ICJ 2002. Ia menekankan bahwa posisi negaranya sudah jelas dan akan terus dipertahankan di forum internasional.
Indonesia
Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa meskipun klaim hukum masih berlangsung, Indonesia akan mengedepankan solusi damai. Joint development dipandang sebagai opsi strategis untuk menjaga stabilitas dan mengoptimalkan potensi ekonomi tanpa mengesampingkan posisi hukum Indonesia.
Pengamat
Pakar hubungan internasional dari Malaysia, Azmi Hassan, menilai bahwa opsi pengembangan bersama tetap realistis. Menurutnya, kesepakatan ini bisa menjadi jembatan kerja sama energi antara Pertamina dan Petronas, selama perundingan teknis dapat diselesaikan secara tuntas.
Pandangan Netral: Strategi Bahasa dan Diplomasi
Para pakar menilai bahwa perebutan narasi bahasa antara istilah “Laut Ambalat” dan “Laut Sulawesi” merupakan bagian dari strategi memperkuat klaim kedaulatan. Penggunaan terminologi resmi dalam diplomasi dan dokumen publik dapat mempengaruhi persepsi hukum internasional.
Indonesia mengandalkan argumentasi berdasarkan UNCLOS 1982 dan peta historis yang memperlihatkan wilayah tersebut masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Sebaliknya, Malaysia menafsirkan keputusan ICJ 2002 sebagai landasan bagi klaimnya, meskipun tidak ada penetapan batas maritim yang eksplisit.
Sementara itu, pendekatan pragmatis melalui joint development dinilai sebagai langkah diplomasi praktis. Skema ini memungkinkan kedua negara memanfaatkan sumber daya alam bersama sambil menunda konfrontasi mengenai batas wilayah sebuah model yang pernah diterapkan di beberapa wilayah sengketa maritim di dunia.
Kesimpulan
Sengketa Laut Ambalang menunjukkan bahwa isu kedaulatan maritim bukan hanya persoalan garis batas di peta, tetapi juga menyangkut identitas, keamanan, dan kepentingan ekonomi strategis. Ketegangan terbaru ini memperlihatkan bagaimana faktor bahasa, sejarah, dan geopolitik saling berkelindan.
Meskipun perselisihan hukum belum terselesaikan, sikap kedua negara yang membuka pintu bagi pengembangan bersama menjadi sinyal positif. Kerja sama berbasis kepentingan bersama dapat menjadi kunci meredakan tensi, menjaga stabilitas kawasan, serta memastikan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan.
Bagi kawasan Asia Tenggara, cara Indonesia dan Malaysia menangani sengketa ini akan menjadi tolok ukur penting bagi efektivitas diplomasi regional. Apabila dikelola dengan baik, Laut Ambalang tidak hanya akan menjadi sorotan dunia karena konflik, tetapi juga karena keberhasilan kerja sama lintas batas yang dapat menjadi model bagi penyelesaian sengketa maritim global.