Israel Langgar Perjanjian Quo Al-Aqsha
Yerusalem, 6 Agustus 2025 Situasi di Yerusalem kembali memanas setelah muncul laporan bahwa Israel Langgar Perjanjian Quo Al-Aqsha. Tindakan aparat keamanan Israel yang memasuki kompleks suci secara sepihak tanpa koordinasi […]

Yerusalem, 6 Agustus 2025 Situasi di Yerusalem kembali memanas setelah muncul laporan bahwa Israel Langgar Perjanjian Quo Al-Aqsha. Tindakan aparat keamanan Israel yang memasuki kompleks suci secara sepihak tanpa koordinasi dengan otoritas Waqf Islam dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap kesepakatan lama yang telah menjadi fondasi stabilitas di kawasan tersebut.
Israel Langgar Perjanjian Quo Al-Aqsha
Tindakan pasukan keamanan Israel yang kembali memasuki kawasan Masjidil Aqsha tanpa koordinasi dengan otoritas Waqf Islam dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap perjanjian status quo yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Dalam insiden terbaru, pasukan bersenjata dilaporkan mengepung area dalam masjid, membatasi akses jemaah Palestina, dan melakukan penggeledahan terhadap fasilitas di sekitar tempat suci tersebut.
Perjanjian status quo yang disepakati sejak 1967 mengatur bahwa pengelolaan Masjidil Aqsha berada di bawah otoritas Waqf Islam Yordania, sementara Israel hanya bertanggung jawab atas keamanan eksternal. Namun, sejumlah langkah sepihak yang diambil oleh otoritas Israel, termasuk pembatasan waktu ibadah dan akses bagi umat Muslim, dianggap telah merusak keseimbangan dan memperkeruh situasi di wilayah yang sudah sangat sensitif.
Latar Belakang / Konteks
Masjidil Aqsha adalah situs suci ketiga bagi umat Islam dan juga lokasi yang sangat sensitif secara politik dan keagamaan. Sejak Perang Enam Hari pada tahun 1967, ketika Israel merebut Yerusalem Timur, diterapkan sebuah status quo yang mengatur pengelolaan tempat suci ini. Berdasarkan kesepakatan tidak tertulis tersebut, otoritas Waqf Islam Yordania bertanggung jawab atas administrasi dan pengelolaan Masjidil Aqsha, sementara Israel mengatur keamanan di sekitarnya.
Status quo ini menjadi dasar keseimbangan yang rapuh antara komunitas Muslim dan Yahudi di Yerusalem, serta menjadi titik penting dalam menjaga stabilitas kawasan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan meningkat seiring dengan kebijakan sepihak Israel yang dinilai semakin menggerus wewenang Waqf dan memperluas intervensi ke area dalam kompleks masjid.
Poin-Poin Utama yang Dilanggar dalam Perjanjian Status Quo Masjidil Aqsha
1. Pengelolaan dan Wewenang Keagamaan oleh Waqf Islam
Pengelolaan administrasi dan urusan keagamaan di kompleks Masjidil Aqsha berada di tangan otoritas Waqf Islam (berbasis di Yordania), tanpa intervensi langsung dari pihak Israel dalam hal pengelolaan internal.
2. Hak Eksklusif Umat Islam untuk Beribadah di Masjidil Aqsha
Umat Islam memiliki hak eksklusif untuk beribadah di dalam Masjidil Aqsha, sementara umat non-Muslim hanya boleh mengunjungi dalam waktu dan jalur yang telah disepakati, tanpa melakukan ibadah.
3. Larangan Kehadiran Militer atau Aparat Bersenjata di Dalam Kompleks
Tidak diperbolehkan ada pasukan militer atau aparat bersenjata Israel yang masuk ke area dalam Masjidil Aqsha, guna menjaga suasana damai dan menghindari ketegangan.
4. Pengaturan Akses Masuk dan Keluar bagi Jamaah
Akses masuk bagi jamaah, terutama umat Muslim, tidak boleh dibatasi secara sepihak oleh pihak Israel. Setiap pembatasan harus disepakati bersama agar tidak mengganggu ibadah.
5. Penghormatan terhadap Hari dan Waktu Ibadah
Semua pihak harus menghormati jadwal ibadah yang berlaku di Masjidil Aqsha, tanpa gangguan atau intervensi selama waktu-waktu suci.
Dampak Dan Reaksi Publik dan Internasional
Negara-negara mayoritas Muslim, termasuk Yordania yang secara historis bertanggung jawab atas Waqf Islam mengecam keras tindakan tersebut. Kementerian Luar Negeri Yordania menyebut langkah Israel sebagai “pelanggaran serius terhadap kesucian tempat ibadah dan hukum internasional.” Turki, Qatar, dan Indonesia juga menyuarakan keberatan mereka dan menyerukan agar komunitas internasional bertindak tegas untuk menekan Israel menghentikan pelanggaran tersebut.
PBB melalui juru bicara Sekretaris Jenderal António Guterres menyampaikan keprihatinan mendalam atas memburuknya situasi di kompleks Masjidil Aqsha dan meminta semua pihak untuk menahan diri serta mematuhi kesepakatan status quo yang berlaku. Uni Eropa juga mengeluarkan pernyataan bahwa “status quo harus dihormati demi menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan Yerusalem dan sekitarnya.”
Kutipan Narasumber
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, dalam konferensi pers resmi menyatakan:
Tindakan Israel di kompleks Masjidil Aqsha merupakan pelanggaran serius terhadap status quo yang telah disepakati selama puluhan tahun. Yordania mengecam keras setiap bentuk pelanggaran ini dan menuntut agar otoritas Israel segera menghentikan provokasi terhadap tempat suci umat Islam.
Sementara itu, dalam pernyataan tertulis, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia menyampaikan:
Indonesia menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk segera mengambil langkah konkret atas eskalasi yang terjadi di Yerusalem. Pelanggaran terhadap status quo Masjidil Aqsha dapat membahayakan stabilitas kawasan secara menyeluruh.
Direktur Jenderal Al-Aqsa Mosque Foundation, Sheikh Omar al-Kiswani, turut menambahkan:
Kami menyaksikan pelanggaran yang terus berulang, dan ini bukan hanya persoalan politik, melainkan juga soal martabat dan hak umat Muslim di tanah suci. Dunia tidak boleh diam.
Opini Penutup
Pelanggaran terhadap perjanjian status quo di Masjidil Aqsha bukan sekadar persoalan politik atau keamanan, tetapi menyentuh ranah keyakinan dan sensitivitas keagamaan yang mendalam. Setiap tindakan sepihak yang mengabaikan kesepakatan lama berpotensi memicu ketegangan lintas negara dan memperburuk situasi kawasan yang telah lama berada dalam bayang-bayang konflik.
Dalam konteks ini, penting bagi seluruh pihak, baik regional maupun internasional, untuk menjaga prinsip-prinsip hukum internasional dan mendorong dialog lintas agama demi terwujudnya perdamaian yang adil dan berkelanjutan di Yerusalem. Masjidil Aqsha harus tetap menjadi simbol toleransi, bukan titik api konflik yang terus berulang. Dunia internasional kini dituntut untuk tidak hanya bersuara, tetapi juga bertindak.